PEREKONOMIAN TANPA BUNGA? MENGAPA TIDAK!
Jika kita memikirkan bunga uang, maka
yang ada dibenak kita ialah masalah perekonomian, ada juga yang menyebutkan
bunga uang sebagai lintah darat ekonomi. Bunga adalah tambahan yang
dikenakan dalam transaksi pinjaman uang
yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan
pemanfaatan/hasil pokok tersebut berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara
pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase (Fatwa MUI:2004). Faktor
yang mempengaruhi penetapan bunga ialah kebutuhan dana, persaingan, kebijakan
pemerintah, jangka waktu, target laba (Imron: Bunga bank Riba).
Berbagai teori tentang pentingnya bunga
telah dikembangkan oleh para ekonom kapitalis. Meskipun teori–teori ini lemah
namun telah diterapkan secara intensif oleh para kapitalis dan pengikutnya
sejak berabad yang lalu hingga sekarang. Teori tentang bunga tersebut antara
lain Time-Preference Theory, Liquidity Preference Theory (Abbas
Ghozali: Ekonomi Tanpa Bunga).
Konsep dasar Time-Preference Theory adalah pernyataan Bohm Bawerk bahwa barang
sekarang adalah lebih bernilai dari pada barang yang akan datang, sedangkan
barang yang akan datang hanya mempunyai kemungkinan untuk dapat digunakan
dimasa yang akan datang. Implikasi dari pernyataan ini adalah agar orang
bersedia meminjamkan barang atau uangnya sekarang untuk dia terima kembali
dimasa yang akan datang, maka nilai uang yang akan datang harus ditambah agar
nilai uang tidak berkurang (Abbas Ghozali: Ekonomi Tanpa Bunga).
Liquidity
Preference Theory yang dikemukakan
oleh Keynes yang mengatakan bahwa orang lebih suka memegang aset yang liquid
karena hanya aset yang liquid yang segera dapat digunakan untuk transaksi,
berjaga-jaga dan spekulasi. Implikasi dari teori ini ialah bahwa orang hanya
bersedia merubah assetnya dalam bentuk tabungan yang dipinjamkan kepada pihak
lain jika ia diberi konpensasi berupa bunga karena dengan bunga maka aset ia
akan bertambah (Abbas Ghozali: Ekonomi Tanpa Bunga).
Jika melihat kedua teori yang
dikemukakan oleh ekonom kapitalis tersebut, seakan ekonomi dimanapun dan
kapanpun tidak lepas dari bunga. Bunga merupakan variabel yang menentukan dalam
setiap kegiatan ekonomi, konsumsi, tabungan, investasi. Tetapi pada hakikatnya kelebihan
uang yang diharapkan dimasa mendatang
itu tak ubahnya sama dengan riba.
Bunga atau dalam Islam dikenal dengan
istilah riba merupakan sumber permasalahan yang mengakibatkan ketidakstabilan
perekonomian, karena bunga adalah instrumen yang menyebabkan ketidakseimbangan
sektor riil dan moneter. Dalam perekonomian Islam, sektor perbankan tidak
mengenal instrumen suku bunga. Sistem keunagan Islam menerapkan sistem
pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat bunga yang menetapkan
keuntungan dimuka.
Dalam sistem ekonomi Islam, hasil dari
investasi yang dilakukan bank di sektor rill yang menentukan besar kecilnya
pembagian keuntungan disektor moneter. Artinya sektor moneter memiliki
ketergantungan pada sektor rill. Jika investasi dan produksi disektor rill
berjalan dengan lancar, maka return
pada sektor moneter akan meningkat.
Dalam perekonomian islam, permintaan
akan dana untuk investasi yang berorientasi pada modal sendiri merupakan bagian
dari permintaan transaksi total dan akan bergantung pada kondisi perekonomian
dan laju keuntungan yang diharapkan tidak akan ditentukan diawal. Mengingat
harapan terhadap keuntungan tidak mengalami fluktuasi harian atau mingguan,
permintaan agregat kebuituhan transaksi akan cenderung lebih stabil.
Stabilitas yang lebih besar dalam
permintaan uang untuk tujuan transaksi akan cenderung mendorong stabilitas yang
lebih besar bagi kecepatan peredaran uang dalam suatu fase daur bisnis dalam
sebuah perekonomian Islam dapat diperkirakan perilakunya secara lebih baik.
Karena itu variabel yang akan dipakai dalam suatu kebijakan moneter
diformulasikan dalam sebuah perekonomian Islam adalah cadangan uang dari pada
suku bunga (Mustafa Edwin Nasution:2007).
Dalam konsep lain, Adiwarman memperjelas bahwa bunga uang tidak
lah penting dalam perekonomian. Ia menggambarkan hal tersebut dengan konsep
Ekonomi Satu Pulau Satu Orang, Ekonomi Satu Pulau Lima Orang, Ekonomi Satu
Pulau Lima Orang dan Uang dari Langit, Ekonomi Satu Pulau Lima Orang Uang dari
Langit dan Raja, Ekonomi Banyak Pulau Banyak Orang Banyak Uang Banyak Raja
(Adiwarman A Karim, 2013: 29)
Kelima konsep tersebut menggambarkan model ekonomi makro dari
bentuk yang paling sederhana sampai pada bentuk yang kompleks. Konsep Ekonomi
Satu Pulau Satu Orang menggambarkan bahwa orang akan mendapatkan apa yang ia
kerjakan sesuai dengan yang ia perbuat, konsep ini berkaitan dengan
mengalokasikan waktu bekerja dan waktu istirahat untuk meningkatkan utilitas.
Ekonomi Satu Pulau Lima Orang, menggambarkan tentang keadaan
ekonomi yang disebt double coincidence
needs yaitu pertukaran hanya akan dapat terjadi bila ada keinginan yang
cocok antara kedua pihak. Ekonomi Satu Pulau Lima Orang dan Uang dari Langit
menggambarkan tentang uang yang beredar dalam ekonomi, kenaikan uang beredar
ternyata telah meningkatkan harga masing-masing barang.
Ekonomi Satu Pulau Lima Orang, Uang dari Langit dan Raja, konsep
ini menggambarkan tentang adanya kepemimpinan dalam mengatur perekonomian yang
menyangkut peredaran uang dan Ekonomi Banyak Pulau Banyak Orang Banyak Uang
Banyak Raja menggambarkan tentang kepemimpinan yang memiliki cakupan yang luas
dengan adanya pemerintah yang mengatur peredaran uang untuk orang banyak.
Menurut Adiwarman A Karim dari model yang dikembangkan mulai dari
bentuk yang paling sederhana yaitu ekonomi satu orang satu pulau sampai bentuk
yang paling kompleks dengan banyak orang dengan dimaksukkannya unsur uang dan
juga adanya pemerintah. Dan dapat menjelaskan dalam bentuk yang paling kompleks
pun, bunga uang tidak perlu dan tidak penting dalam model ekonomi. Tentu saja
bunga dapat dimasukkan ke dalam model ekonomi, tetapi kedudukannya tidaklah
penting.
Memasukkan unsur bunga dalam perekonomian sebenarnya merupakan
penyederhanaan yang berlebihan (over
simplification) dari konsep rate of profit
(dalam teori klasik Adam Smith), konsep natural rate of interst (dalam teori
Wicksellian). Bunga uang dianggap sama dengan rate of profit (yang dihasilkan oleh sektor industri), dianggap sma
dengan natural rate of interst
(ditentukan oleh productivity &
thrift).
Adiwarman menggambarkan sebuah model dimana pasar diasumsikan
kompetitif, maka real return on capital
sama dengan marginal product of capital yang
diformulasikan dengan MPk = r. Secara singkat model ini merupakan contoh
bagaimana suatu model makro ekonomi yang kompleks dibangun dengan menggunakan
pendekatan mikro ekonomi, dan memberi penekanan bahwa bunga bukanlah suatu yang
perlu dan penting dalam mengembangkan suatu model ekonomi (Adiwarman A Karim,
2013: 41).
Dalam hal kaitannya mencapai tujuan perekonomian tanpa bunga, Bank
Sentral harus melakukan kebijakan
moneter untuk mencapai tujuan tersebut. Ada enam unsur instrumen kebijakan
moneter ekonomi Islam yang dapat dilakukan, yaitu target pertumbuhan penawaran
uang, andil untuk masyarakat dari simpanan biasa, cadangan wajib, batas
tertinggi kredit, alokasi kredit yang berorientasi pada nilai, dan persuasi
secara moral (Abbas Ghozali: Ekonomi
Tanpa Bunga).
Komentar