Langsung ke konten utama

ESSAY EKONOMI ISLAM



MENGINDONESIAKAN EKONOMI ISLAM:
TANTANGAN DAN STRATEGI
“Menyentuh Negeri Merah Putih dengan Cahaya Ekonomi”

Oleh: Anggun Selvi Oktayuni

PADA hakikatnya ekonomi Islam berawal dari masa Rasulullah sejak berabad-abad yang lalu dan mencapai masa kejayaannya pada masa dinasti Abasiyah. Sayangnya keberadaan tersebut seakan ditelan zaman, tak berpengaruh karena ketamakan kaum barat yang mengadopsi pemikiran ekonomi Islam dari para ilmuan muslim tanpa menganggap bahwa mereka ada sehingga perekonomian yang hakiki lenyap tanpa bekas dibawa waktu.
            Seiring pergantian zaman, keberadaan ekonomi Islam kembali ke permukaan. Kepopuleran ekonomi Islam di dunia saat ini tidak muncul dengan sendirinya. Faktor utama penyebab kemunculan ekonomi Islam dipicu oleh kegagalan sistem ekonomi dunia (kapitaslis), yang sampai saat ini tak mampu membendung dan menyelesaikan krisis ekonomi global.
            Melihat kekuatan yang terpancar dari ekonomi Islam banyak para ilmuan tertarik untuk beralih dari perekonomian kapitalis menuju perekonomian secara islami. Sistem perekonomian Islam bersifat universal, artinya mengatur seluruh aspek kegiatan ekonomi, dapat digunakan oleh siapapun, tak terbatas pada umat Islam saja. Ketika melakukan pembangunan ekonomi hal pertama yang harus diperhatikan adalah konsep apa yang digunakan. Yang menjadi pertanyaan yang harus dijawab sekarang adalah sudahkah ekonomi Islam tumbuh dan berkembang dalam perekonomian di negeri Merah Putih, Indonesia?
Indonesia adalah Negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, yang seharusnya memiliki tonggak perekonomian sesuai dengan syariat Islam. Tak mengeherankan jika Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat perekonomian dunia. Melihat peluang yang ada jika bisa dimanfaatkan dengan sempurna. Sayangnya negeri ini masih berkiblat sepenuhnya kepada negara-negara penguasa, mengadopsi dan susah melepaskan diri dari pengaruh perekonomian global. Dalam kenyataan yang ada pembangunan ekonomi yang dicanangkan di Indonesia tidak dapat memecahkan permasalahan ekonomi. Terbukti selama ini Indonesia telah mengalami beberapa kali krisis, pada tahun 1998 dan 2008. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, luas wilayah, dan letak yang strategis tidak dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan ekonomi, tetapi sebaliknya justru semakin memperbesar permasalahan. Disisi lain masih banyak pihak yang menganggap bahwa Islam hanya diwujudkan dalam hal ibadah saja, tak mempunyai hubungan dengan perekonomian, paradigma inilah yang harus diubah.
 Penggalian konsepsi ekonomi yang baru haruslah menjadi perhatian penting bagi Indonesia. Ekonomi Islam hadir sebagai penawar bagi Indonesia dalam membenahi perekonomian. Ekonomi Islam Menjadi salah satu konsepsi ekonomi yang patut dipertimbangkan mengingat kekuatan yang terlahir dari prinsip ekonomi itu sendiri. Membumikan ekonomi Islam di negeri ini tak bisa dipandang dengan sebelah mata, perlu usaha yang keras dan membuat perubahan pembangunan tak semudah membalikkan telapak tangan terutama pemindahan dalam hal konsepsi, yang awalnya mengadopsi dari perekonomian negara-negara penguasa ke perekonomian yang sesuai tuntunan Rasulullah dan hal yang harus dilakukan adalah mengubah paradigma konvensional ke paradigma ekonomi Islam. Langkah pertama yang paling tepat adalah dengan memacu kuat lembaga keuangan syariah, keadaan ini digambarkan oleh Syafruddin Prawiranegara, “Di dalam era pembangunan ekonomi setiap negara dewasa ini peranan lembaga perbankan sangat besar menentukan. Dengan beroperasinya bank yang berlandaskan prinsip syariat Islam, diharapkan mempunyai pengaruh besar terhadap terwujudnya suatu sistem ekonomi Islam yang menjadi keinginan bagi setiap negara Islam atau negara yang mempunyai penduduknya beragama Islam. Sistem ekonomi Islam yang dimaksud adalah sistem ekonomi yang terjadi setelah prinsip ekonomi yang menjadi pedoman kerjanya dipengaruhi atau dibatasi oleh ajaran-ajaran Islam” (dalam Warkum Sumitro, 2004: 15). Ekonomi Islam  yang familiar dengan sebutan ekonomi syariah memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan di Indonesia, namun dalam pengembangan itu tidak lah mudah, banyak tantangan dan problem yang harus dihadapi.
Bagaimana membangun paradigma ekonomi Islam bagi masyarakat di seluruh penjuru negeri Merah Putih ini? Jawabannya tidak bisa dianggap remeh, tantangan demi tantangan terus bermunculan dengan tidak terkendali. Dalam usia yang masih terbilang muda, tentu saja pengelanan ekonomi Islam akan menemukan banyak problem di tengah masyarakat, minimnya pengetahuan tentang ekonomi Islam dan keingintahuan masyarakat yang lemah akan menjadi momok tersendiri untuk negeri ini. Ekonomi Islam adalah jawaban untuk perekonomian Indonesia ketika pasca krisis moneter. Kenyataannya memang bank-bank syariah dengan cepat menjamur di negeri ini, belum lagi di sektor keungan publik (zakat, infak, shadaqah). Namun disayangkan, konsep ekonomi Islam yang sebenarnya banyak yang tidak memahami, sehingga kadang menjadi salah kaprah bahkan menjadi bomerang bagi umat Islam itu sendiri. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab dalam meluruskan hal ini? Tentu banyak peran yang harus dilibatkan dalam hal ini.
Tantangan yang perlu mendapat perhatian besar adalah mengubah seluruh bidang kehidupan beserta problem yang dihadapinya dengan menerapakan hukum syariah. Tak mudah memang, diperlukan ketulusan hati dan kelurusan niat dengan hati yang bersih. Tantangan berikutnya ialah melahirkan pemikir-pemikir ekonomi yang handal yang mampu membawa Indonesia berubah kiblat dari ekonomi konvensional kearah ekonomi Islam. Mengubah bentuk kebijakan perekonomian yang digunakan selama ini menuju kebijakan perekonomian yang tegas, lugas, dan dapat menghasilkan kesejahteraan. Tantangan yang berat bagi negeri ini dalam membangun ekonomi Islam ialah membendung dampak globalisasi seperti pesaing dari lembaga keuangan asing dan bagaimana mewujudkan umat Islam yang kuat, progressif, dinamis dan maju.
Lebih jauh lagi Agustianto menggambarkan keadaan tersebut dengan “Setidaknya ada lima tantangan dan problem yang dihadapi ekonomi Islam saat ini, pertama masih minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu ekonomi syariah secara integratif. Kedua, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuangannya. Ketiga perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai. Keempat, masih terbatasnya perguruan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam dan masih minimnya lembaga training dan consulting dalam bidang ini. Kelima, peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif masih rendah terhadap pengembangan ekonomi syariah” (Agustianto, 2012). Bukan itu saja pembangunan ekonomi Islam juga dihadapkan dengan tantangan bagaimana meningkatkan silaturahmi dan kerjasama yang nyata antar praktisi, lembaga keuangan syariah dan akademisi. Pihak-pihak yang tidak senang dengan perkembangan ekonomi Islam bersatu untuk menghambat perkembangannya dengan menghambat UU, PP, sosialisasi dan implementasi di masyarakat (M. Syakir Sula, 2013 ). Tentunya dengan melihat tantangan yang ada pengembangan ekonomi Islam di negeri ini akan menemukan musuh-musuh yang sulit dijatuhkan. Jadikan tantangan sebagai peluang yang harus dikendalikan dengan strategi yang jitu. Melihat tantangan maka akan muncul strategi, ini memang benar. Nah sekarang bagaimana menjawab tantangan tersebut?
Perjalanan panjang masih dibutuhkan dalam mengembangkan penerapan ekonomi Islam di Indonesia. Kondisi perekonomian dewasa ini berada dalam ketidakseimbangan, terjadi gap dan kesenjangan yang laur biasa, yaitu muncul ketidakadilan dan ketidakseimbangan di dalam penguasaan aset-aset ekonomi dan kekayaan. Jika kodisi ini terus bertahan, maka profil masa depan perekonomian tidak akan pernah menampakkan secercah harapan perbaikan. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya usatu perubahan paradigma yang bersifat fundamental didalam membangun perekonomian ( Zainuddin, 2009: 131). Setidaknya tahap demi tahap dilakukan guna membenahi ketimpangan yang selama ini terjadi Mengubah paradigma ekonomi konvensional menuju ekonomi Islam yang penerapannya harus berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia, hal apa yang benar dan hal apa yang salah, “Wahai Manusia! Sesungguhnya telah sampai kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur’an)” (Q.S An-Nisa: 174). Sudah sepantasnya kita sebagai umat Islam menjalankan apa-apa yang telah diajarkan Allah, ekonomi yang dijalankan selama ini tidak berdasarkan pada tuntunan syari’at, tugas kita sebagai umat muslim ialah sama-sama membenahi yang salah kepada yang benar.
Dalam melakukan pembenahan, Masyarakat akan diarahkan untuk mencapai sasaran-sasaran dasar ekonomi Islam, yakni kebebasan individu, keadilan distributif, pertumbuhan ekonomi, pendidikan universal, peluang kerja maksimum (Syed Nawab, 2009: 126). Mengacu pada tantangan yang dihadapi maka banyak peran yang akan terlibat dalam mengubah paradigma itu. Peran Regulator, Praktisi, Akademisi, Masyarkat, semuanya akan terlibat dalam mengembangkan ekonomi syariah di negeri ini. Peran regulator sebagai penggerak dan pengatur  memiliki sumbangsih yang sangat penting dalam menentukan kebijakan, pengembangan ekonomi Islam tidak dapat berjalan tanpa adanya regulasi-regulasi sebagai payung hukum praktik ekonomi syariah. Adalah pemerintah dan aparatnya harus aktif dalam mencanangkan program-program baru dengan berlandaskan Islam, menetapkan undang-undang dan peraturan pemerintah terkait dengan sistem keuangan berdasarkan hukum syariah.
Lembaga keuangan syariah bisa menjadi alternatif bagi negeri ini dalam mengembangakan ekonomi syariah. Namun hal tersebut tidak mudah untuk dijalankan. Salah satu tantangan besar dalam mengembangkan ekonomi syariah ialah keberadaan bank kovensional dan mengubah bank tersebut menjadi bank yang berbasis syariah. Bank konven ini seperti perampok sadis yang sesuka hatinya merampas kekayaan dengan konsep bunga ribawinya. Teori keuangan konvensional mendasarkan argument bunganya dengan konsep time value of money, dalam kasus ini ekonomi Islam hadir dengan membantah validitas konsep time value of money dengan mengajukan konsep yang lebih tepat “economic value of time” yang akan memberikan argumentasi ekonomi atas pelarangan riba dalam Islam (Adiwarman A. Karim, 2011: 503).
Penyebab krisis moneter yang terjadi bisa karena lembaga keuangan yang menjadi kekuatan perekonomian bergerak dengan rakus, tak memikirkan keadilan dan rasa tanggung jawab yang ada didalam benaknya ialah mendapat keuntungan yang besar dari dana segar masyarakat. Paradigma inilah yang salah, karena hal demikian tidak lah menjadikan negeri ini sejahtera malah akan menambah masalah. Mengutamakan keadilan dan rasa tanggung jawab ialah hal utama dalam pergerakan lembaga keuangan, dan bank syariah mempunyai prinsip itu. Pendirian lembaga-lembaga keuangan syariah disetiap penjuru negeri akan memberikan peluang kuatnya eksistensi ekonomi Islam. Bank syariah bisa menjadi salah satu lembaga keuangan syariah yang dapat mengembangkan ekonomi syariah, dengan lebih giat mensosialisasikan produk-produk yang dimiliki.
“Ada tiga strategi untuk memasarkan produk dan jasa perbankan syariah, pertama, Entering New Market (Memasuki pasar baru) dengan cara Increasing Usage (meningkatkan penggunaan produk-produk atau jasa-jasa bank syariah). Kedua, Repositioning the Shariah brand (memposisikan ulang merk Syariah) dengan cara augmenting the shariah products/services (menambah manfaat produk-produk atau jasa-jasa perbankan syariah). Ketiga, Obseleting conventional business (membuat bank konvensional jadi usang) dengan cara extended the shariah brand (memperluas penggunaan merk syariah).” (Hendri Tanjung, 2012: 96). Cara demikian dapat memperbesar peluang ekonomi syariah dalam mempercepat perkembangan ekonomi berbasis islam di negeri ini, jika sistem perbankan yang dijalankan tanpa sistem bunga, maka perekonomian akan terkendali dengan prinsip kuat yang dimiliki, dan kebal akan krisis yang nantinya akan tiba-tiba datang tanpa diundang.
Dalam mengembangkan ekonomi Islam di negeri ini, haruslah dengan sentuhan-sentuhan langsung. Mulai dari orang berdasi sampai penjual nasi. Sentuhan pertama bagi negeri ini ialah menetapakan hukum yang fundamental sebagai tolak ukur dalam membenahi perekonomian, membentuk Dewan Syariah Nasional sebagai lembaga yang menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sector keungan pada khususnya. Selain pembenahan dari segi sektor keuangan, juga menjadi perhatian pembenahan di sektor riil. Sentuhan berikutnya ialah kaum menengah, dengan memperluas jaringan ekonomi Islam diantaranya dengan mendirikan Baitul Mal wat Tamwil (BMT), lembaga ini merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang berperan dalam mengurangi kemiskinan dengan menjalankan kegiatan sosial dan kegiatan bisnis. Fakta menyatakan lembaga ini mampu memberdayakan masyarkat kelas paling bawah secara signifikan. Dalam satu dasawarsa pertama (1995-2005). Di Indonesia telah tumbuh dan berkembang lebih dari 3.300 BMT, dengan asset lebih dari Rp 1 Triliun, melayani lebih dari 2 juta penabung dan memberikan pinjaman terhadap 1,5 juta pengusaha mikro dan keci;. BMT sebanyak itu telah mempekerjakan tenaga pengelola sebanyak 21.000 orang (data Pinbuk, 2005). Kesuksesan BMT tersebut perlu diteladani agar gerakan pemberdayaan ekonomi ummat dapat diwujudkan. Dan tugas negara adalah mendorong untuk menumbuhkembangkan BMT  di seluruh penjuru negeri ini, melihat dampak positifnya yang mengurangi kemiskinan, “ proteksi sosial ini menjamin distribusi rasa kesejahteraan dari masyarakat yang tidak punya kepada masyarakat yang punya. Disinilah BMT berperan sebagai agent of asset distribution yang mampu memberdayakan ekonomi ummat (Amartya, 2000).
Sentuhan yang menjadi prioritas penting ialah dengan melirik calon-calon anak negeri yang mampu membawa perubahan kearah yang menjanjikan. Dengan memperluas perguruan-perguruan tinggi yang mempelajari ekonomi Islam didalamnya. Setidaknya mereka memiliki bekal yang akan mereka bawa untuk menjadikan negeri ini menaiki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan menambah perguruan tinggi Islam, otomatis perluasan lapangan pekerjaan dibidang syariah harus diupayakan. Walaupun untuk saat ini perguruan tinggi islam telah banyak berdiri, itu belum cukup untuk menghantarkan Indonesia ke perekonomian yang menjanjikan. Haruslah mereka ditempa agar benar-benar menjadi sosok yang akan membuat para musuh takut untuk mendekat. Para pemuda yang berbakat adalah penting dalam pengembangan ekonomi ini. Salah satu bentuk peran dari para pemuda di Indonesia ialah dengan didirikannya sebuah organisasi yang menjadikan ekonomi syariah sebagai landasan fundamentalnya, adalah FoSSEI, sebuah organisasi ekonomi syariah terbesar yang menjadikan para pemuda sebagai tonggak mengembangkan ekonomi syariah. Melihat visi dan misi dari FoSSEI ini, akan menjadi mudah dalam mengembangkan ekonomi Islam seantero negeri ini. Hendri Tanjung pernah menulis “Mereka adalah para pejuang ekonomi Syariah, yang memiliki pandangan dan keyakinan yang sesuai dengan visi dan misi perbankan syariah. Yang mampu bertindak efektif, memiliki semangat Isalami, fleksibel, serta memiliki jiwa ingin tahu yang tinggi” (Hendri tanjung, 2012: 221). Organisasi ini mempunyai jaringan kuat diseluruh Indonesia dengan menerjunkan langsung para ekonom muda ditengah masyarakat, dan mensosialisasikan ekonomi syariah beserta keunggulan-keunggulannya dengan cara mendirikan pos-pos syariah sebagai wadah sosialisasi bagi masyarakat yang awam. Apa salahnya negeri ini berkorban untuk membuat pembangunan ekonomi lebih baik. Puskesmas keliling, internet keliling, sekarang mengapa tidak, Pos Syariah keliling? Semua akan mudah jika saling bekerja sama. Setiap sentuhan dilaksanakan dengan niat yang lurus dan keteguhan hati, yakinlah bahwa perekonomian di negeri Merah Putih ini akan jauh lebih baik.
Jika memang sistem ekonomi dihadirkan untuk menciptakan sebuah keseimbangan sosial dalam kehidupan manusia, terutama bagi anggota masyarakat suatu bangsa, maka Islam-lah sistem kehidupan yang pertama kali meletakkan tonggak-tonggak tersebut dalam kehidupan (Abdul Sami’ Al-Mishri, 2006: 128). Mengindonesiakan ekonomi Islam adalah memperkenalkan dan menerapakan sistem ekonomi Islam pada setiap kegiatan kehidupan berdasarkan hukum syara. Tantangan pasti ada disetiap melakukan  hal yang benar, adanya tantangan menuntut untuk dilahirkannya strategi guna menjawab tantangan tersebut. Memberikan sentuhan langsung dari kalangan atas hingga kalangan menengah kebawah. Semua akan ikut akitif memiliki perannya masing-masing. Ekonom muda-lah yang akan menentukan mau dibawa kemana negeri ini dimasa yang akan datang. Selama ini perekonomian di Indonesia masih saja terbelenggu dengan sistem perekonomian kapitalis (konvensional) yang sampai saat ini tidak mampu untuk menahan gejolak-gejolak krisis ekonomi. Islam sebagai agama universal mengatur semua kegiatan kehidupan manusia, ekonomi kesejahteraan tentunya. Untuk itu ekonomi Islam sangat perlu dibumikan di negeri ini melihat selama ini kita masih saja terpuruk, kesejahteraan dan keadilan yang ditawarkan Islam harus dilihat dengan kaca pembesar. “…dan sesungguhnya Allah akan menolong siapa yang menolong agamanya. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Kuasa” (QS Al-Hajj: 40). Allah berjanji akan menolong umat-Nya yang berjuang dijalan-Nya. Ingin terbebas dari krisis yang menakutkan, negeri ini harus segerah berpaling ke ekonomi Islam, sembuhkan ekonomi saat ini bersama dalam membangun negeri.
Ekonomi syariah adalah jagoan dan dunia konvensional adalah penantang. Ketika bermain game ada saatnya jagoan memasuki dunia baru, mau tidak mau jagoan akan bertemu dengan si penantang, apapun itu wujudnya. Tergantung bagaimana strategi si jagoan dalam menaklukkan penantang itu. Jika memiliki strategi dengan pertahan kuat maka akan melindungi jagoan dari serangan penantang, bilamana pertahan lemah, maka dengan cepat si penantang menjatuhkan jagoan. Ketika  jagoan menjadi pemenang dan pada saat itulah cahaya mulai menampakkan sinarnya. Berbagi bersama, yakinlah ekonomi Islam kan jaya. In Shaa Allah.



DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin. Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika), 2009
Al-Mishri, Abdul Sami’, Pilar-pilar Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2006
Karim, Adiwarman A, Bank Islam Analisis Fiqih Dan Keungan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada), 2011
Naqvi, Syed Nawab Haider, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2009
Sumitro, Warkum, Asas-asar Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada), 2004
Tanjung, Hendri dan Irfan Azizi, Econom, (Bogor: Azam), 2012
http://muhammadamsir.students.uii.ac.id/about/, Jurnal Online, Agustianto terbit 2012
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=567329269964548&id=556439677720174




Komentar

Unknown mengatakan…
kak ijin, boleh saya buat bahan untuk lomba?

Postingan populer dari blog ini

Tipologi Nasabah Bank Syariah

TOKOH EKONOMI ISLAM

MENGENAL SOSOK IBNU KHALDUN  RIWAYAT HIDUP IBNU KHALDUN (732 – 808 H/1332 – 1406 M) Ibnu Khaldun yang bernama lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin ibn Khaldun lahir di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H atau bertepatan dengan 27 Mei 1332 M. Berdasarkan silsilahnya, Ibn Khaldun masih mempunyai hubungan darah dengan Wail bin Hajar, salah seorang sahabat nabi yang terkemuka. Keluarga Ibn Khaldun yang berasal dari berpengetahuan luas dan berpanngkat serta menduduki berbagai jabatan tinggi kenegaraan. Seperti halnya tradisi yang sedang berkembang pada masa itu, Ibn Khaldun mengawali pelajaran dari ayah kandungnya sendiri. Setelah itu, ia pergi berguru kepada ulama terkemuka, seperti Abu Abdillah Muhammad bin Al-Arabi Al-Hashayiri, Abu Al-Abbas Ahmad ibn Al-Qushshar, Abu Abdillah Muhammad Al-Jiyani dan Abu Abdillah Muhammad ibn Ibrahim Al-Abili untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, seperti tata bahasa Arab, hadis, fiqih, teologi, logika, ilmu alam, matemetika, dan a...